Masih ingatkah kau, saat pertama kali kita
terikat halal oleh kecintaan karena Allah subhanahu wata'ala?. Kita
melihat satu dengan yang lain begitu sempurna, menyenangkan dan
membahagiakan. Rasanya begitu abadi kebahagiaan yang kita cita- citakan.
Hari- hari selanjutnya adalah perjalanan pergatian suka dan duka, dan
kebahagiaan atau konflik senantiasa melingkupi hubungan hati.
Suamiku...
Saat suatu hari kau menemukan sikapku merepotkan dan mengusik batinmu...
Mohon sedikit luaskan hatimu. Jangan kau kesal menanggapi kalimat dan
tangisan manja dari wanitamu ini. Bukan bermaksud menyulitkan, namun
sekedar mencari cara lain mendapatkan perhatian, karena kosongnya satu
sisi hati yang butuh untuk lebih dimanjakan oleh seorang lelaki yang
begitu dikaguminya.
Mengapa Allah menjadikan kau suami, dan
bukan sebaliknya? Kau telah ditakdirkan Allah menjadi suamiku, yang
berarti akan lebih pandai dalam mengayomiku. Yakinlah itu suamiku, dan
jangan balas semua dengan keseriusan seorang laki- laki, namun pahamilah
kerapuhan dan kebodohanku sebagai wanita.
Hanyalah kelembutan,
kasih sayang, serta nasehat penuh kesabaran namun tegas, yang dapat
dengan mudah meluruskan tindakan aneh istrimu walau semua awalnya aku
niati dengan niat baik. Jangan buat aku semakin bebal dan tidak mengerti
dengan berbalik memberikan sejuta amarah apalagi pukulan, karena semua
adalah karena ketidaktahuan. Janganlah pula mempersempit hatimu dengan
tangisan karena itu akan menyedihkan untukku wahai suamiku. Pahamilah
karena semata- mata semua karena kenakalan dan kemanjaanku, maka dari
itu mohon maafkanlah aku.
Suamiku...
Saat suatu hari kau menemukan kata- kataku merepotkan dan mengusik telingamu...
Pernahkah kau melihat seorang wanita yang bisa mengeluarkan uneg-
unegnya dengan merdeka raya, sedang sang suami tetap melihat dengan
senyum, perhatian dan pandangan yang hangat. Hal itu sebenarnnya sudah
sangat menjelaskan kepada sang istri sendiri bahwa dia adalah sangat
cerewet dan tindakannya tidaklah baik. Namun, hal itu juga membahagiakan
para istri karena secara sadar dia bersyukur bahwa ada seorang manusia
yang ternyata begitu sangat mencintai dan memahaminya...
Suamiku....
Ampuni istrimu atas kekurangan yang dikaruniakan Allah kepadaku. Mohon
jangan tutup pintu hatimu dengan ketidak ridhoan mu atasku. Jangan buat
para bidadari di surga menggantikan posisiku dan memilikimu kelak.
Sungguh hal itu akan menyedihkan bagiku.
Suamiku...
Kau gagah, ketika kau bisa meletakkan kelembutan dan senyum saat
mendidik istrimu. Kau tegas, saat mengatakan kalimat dengan pas namun
santun untuk memotong kebandelan wanitamu. Kau berwibawa, saat nada
bicaramu menggambarkan ketulusan dan kemurnian niatmu dalam menasehati.
Sama sekali bukan bentakan dan atau nada tinggi. Kau kuat, saat menerima
dengan ikhlas tentang kelemahan istrimu. Kau baik, saat dengan
kelapangan hatimu memaklumi keburukan pasanganmu.
Keluasan
hatimu memaafkan, bagiku adalah pelajaran dari seorang guru untuk
memaafkan. Keluasan hatimu untuk memaklumi dan bersabar, adalah
pengajaran bagiku untuk memaklumi dan bersabar. ketelatenanmu untuk
memahami adalah pelajaran berharga bagiku untuk memahami.
Suamiku, kaulah idolaku...
Suamiku, kau lah idolaku, yang halal bagiku. Dan aku ingin selalu
mengagumimu. Hanya kau. Maka mohon dengan sangat, didiklah dirimu agar
indah untukku dan dihadapanku, dan didiklah aku agar aku mengerti
tentang keindahan itu. Supaya aku belajar tentangnya dan tentang
kebaikan.Supaya aku dapat dengan tulus berterimakasih kepada Allah atas
karunia manusia sepertimu, supaya aku dapat meneduhkan diri dan
mencukupkan jiwa denganmu, supaya aku dapat dengan batin yang tulus
berkata, "Suamiku, Aku mencintaimu.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar